Minggu, 26 Oktober 2008

Perempuan Perdamaian Indonesia: Perempuan-perempuan yang Tidak Bisa Diam

Walaupun tidak mendapatkan Nobel Perdamaian pada tahun 2005 silam, perjuangan para Perempuan Perdamaian di seluruh dunia tidak lantas berhenti begitu saja. Demikian pula halnya dengan seluruh Perempuan Perdamaian Indonesia, yang perjuangannya bahkan semakin menyebar ke berbagai wacana seiring dengan semakin beragamnya permasalahan dalam negeri. Demi meneruskan perjuangan mereka ini, ke-23 Perempuan Perdamaian Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah negeri secara berkesinambungan melakukan berbagai kegiatan di daerah masing-masing.

Seperti yang dilakukan oleh Lily Djenaan (Manado, Sulut). Perempuan Perdamaian yang dikenal sebagai aktivis yang kerap menentang kekerasan terhadap perempuan ini tengah sibuk berkampanye menentang RUU Pornografi dan mencalonkan diri ke legislatif untuk tingkat propinsi.

Demikian pula dengan Dewi Rana Amir (Palu, Sulteng) yang baru saja membentuk Jaringan Perempuan Peduli Perdamaian Kota Palu, saat ini kerap mengadakan diskusi-diskusi di kampung yang sasarannya adalah petani dan masyarakat adat (terutama perempuan), usaha perlindungan hukum terhadap para petani, serta pembangunan Sekolah Alternatif bagi Perempuan Komunitas Adat Selena Kota Palu.

Masih dari tanah Sulawesi, Zohra Andi Baso (Makasar, Sulsel) yang konsisten dengan isu perempuan, saat ini sibuk melakukan kampanye penegakan hak-hak perempuan yang berkaitan dengan masalah kekerasan terhadap perempuan, serta posisi perempuan dalam pemilu 2009 yang akan datang.

Sementara Ratna Indraswari Ibrahim (Malang, Jatim) saat ini sedang merencanakan kegiatan untuk menyambut Hari Cacat Internasional, yang kebanyakan anggotanya perempuan yang termarginalkan, baik sebagai perempuan maupun sebagai penyandang cacat.

Selain itu, ada pula Brigitta Renyaan (Maluku), yang saat ini tengah melakukan sosialisasi hak anak dan perempuan, Ranperda tentang mekanisme penanganan perempuan dan anak korban kekerasan, serta membuka Chilldren & Women Center di Kabupaten Maluku Tenggara.

Berkaitan dengan kegiatan "Perempuan & 100 Tahun Kebangkitan Nasional" serta kampanye "16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan" yang akan diadakan pada bulan November mendatang, para Perempuan Perdamaian tersebut pun memiliki caranya masing-masing. Misalnya dengan mengadakan seminar yang membicarakan peranan perempuan di bidang politik dan lingkungan, membuat dokumentasi aktivis perempuan, malam renungan untuk perempuan, mengkampanyekan program Hari Cacat Internasional, sosialisasi tentang UU No. 23 tahun 2002 dan 2004, serta mengadakan diskusi-diskusi.

Konsep perdamaian yang beragam, mendukung HAM dan kesetaraan, telah mengantar para Perempuan Perdamaian untuk mewujudkan perdamaian dengan pendekatan yang lebih menyeluruh dan tidak tersegmentasi. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama dan keterbukaan informasi antara sesama Perempuan Perdamaian. Maka, pada bulan November nanti akan diadakan koordinasi untuk kegiatan tahun 2009. Melalui koordinasi ini diharapkan partisipasi dari para Perempuan Perdamaian Indonesia untuk mempererat komitmen dan saling berbagi informasi.